Sabtu, 22 Januari 2011

ANTROPOLOGI OLAHRAGA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Antropologi olahraga. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Antropologi olahraga.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.


Makassar, 12 Januari 2011


Daftar isi


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Antropologi
B. Definisi Olahraga
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA




















BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Olahraga merupakan,suatu kegiatan jasmani yang dilakukan dengan maksud untuk memelihara kesehatan dan memperkuat otot – otot tubuh. Kegiatan ini dalam perkembangannya dapat dilakukan sebagai kegiatan yang menghibur, menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi. Pemerintah sendiri menjadikan olahraga sebagai pendukung terwujudnya manusia Indonesia yang sehat dengan menempatkan olahraga sebagai salah satu arah kebijakan pembangunan yaitu menumbuhkan budaya olahraga guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia sehingga memiliki tingkat kesehatan dan kebugaran yang cukup. Kota Semarang sebagai ibukota Jawa Tengah yang berkembang pesat memiliki masyarakat yang mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap perkembangan dunia olahraga. Olahraga sudah menempati posisi yang penting dalam kehidupan sehari – hari masyarakat di Kota Semarang bahkan meningkatnya minat masyarakat ditunjukkan dengan semakin bertambahnya klub – klub atau kelompok – kelompok dari berbagai cabang olahraga di Kota Semarang. Peningkatan minat masyarakat terhadap olahraga ini sendiri tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas maupun kuantitas fasilitas olahraga di Semarang bahkan terjadinya kecenderungan menurunnya kualitas fasilitas olahraga karena kurangnya perawatan. Bahkan saat inI banyak klub – klub atau kelompok – kelompok olahraga yang tidak tertampung kegiatannya, sehingga mereka berlatih dengan fasilitas seadanya atau berlatih di tempat – tempat yang kurang representatif. Hal tersebut dapat menghambat perkembangan olahraga di Semarang, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Masalah lain yang perlu menjadi perhatian adalah fasilitas – fasilitas olahraga yang ada di Kota Semarang kebanyakan tersebar letaknya sehingga sulit bagi pemerintah atau sponsor untuk melakukan pembinaan bagi atlet dan klub. Menghadapi fenomena tersebut, atlit, klub maupun penggemar olahraga memerlukan wadah yang representatif dimana mereka dapat melakukan aktifitas-aktifitasnya seperti berlatih untuk meningkatkan prestasi, meningkatkan kebugaran fisiknya sekaligus berekreasi. Karenanya muncul suatu pemikiran untuk menyediakan
sebuah fasilitas yang mampu mewadahi kegiatan – kegiatan tersebut dalam satu lokasi yang terpadu dalam bentuk suatu Sport Center. Pengembangan Sport Center ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Semarang akan fasilitas olahraga secara terpadu yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang lainnya, selain itu juga dapat meningkatkan kebugaran fisik sekaligus berekreasi dan menambah pengetahuan di bidang olahraga.

1.2 Tujuan Dan Sasaran
Tujuan yang ingin dicapai adalah memperoleh judul tugas akhir Periode 21 yang
layak dan bermanfaat serta mengumpulkan, mengungkapkan dan merumuskan segala
potensi dan masalah yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan sebuah Sport
Center melalui pendekatan studi literature dan observasi lapangan.
Sasaran yang ingin dicapai adalah mendapatkan suatu program perencanaan dan
perancangan Sport Center yang ideal, sehingga pada akhirnya akan difungsikan secara
optimal. Hal ini dengan pertimbangan :
a. Menyediakan sarana olahraga dan hiburan bagi masyarakat kota Semarang
melalui fasilitas Sport Center.
b. Menambah fasilitas olahraga serta hiburan yang terdapat di kota Semarang.

1.3 Manfaat
Secara subyektif adalah guna memenuhi persyaratan Tugas Akhir pada Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang dan selanjutnya menjadi
acuan dalam proses perencanaan dan perancangan berikutnya dalam penyusunan LP3A.
Secara obyektif adalah selanjutnya dalam perancangan Sport Center di Semarang,
selain itu diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan,
baik bagi mahasiswa yang akan membuat tugas akhir maupun bagi mahasiswa arsitektur
yang lain dan masyarakat umum yang membutuhkan.




BAB II
PEMBAHASAN
Antropologi Olahraga
A. Defenisi Antropologi
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Antropologi berasal dari kata Yunani anthropos yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.

Defenisi Antropologi menurut beberapa ahli :

• William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
• David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
• Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.

Macam-Macam Jenis Cabang Disiplin Ilmu Anak Turunan Antropologi :
a) Antropologi Fisik
1. Paleoantrologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil-fosil.
Somatologi adalah ilmu yang mempelajari keberagaman ras manusia dengna mengamati ciri-ciri fisik.
2. b) Antropologi Budaya
1. Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan budaya manusia mengenal tulisan.
2. Etnolinguistik antrologi adalah ilmu yang mempelajari suku-suku bangsa yang ada di dunia / bumi.
3. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia.
4. Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi.

Di samping itu ada pula cabang ilmu antropologi terapan dan antropologi spesialisasi. Antropology spesialisasi contohnya seperti antropologi politik, antropologi kesehatan, antropologi ekonomi, dan masih banyak lagi yang lainnya.




PENDAPAT PARA AHLI

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti manusia, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Para ahli mendefinisikan antropologi sebagai berikut:
William A. Haviland Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
David Hunter Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
Koentjaraningrat Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Fase Perkembangan Antropologi
Fase I
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia
Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.


Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.
Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
Unsur-unsur kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
• Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o alat-alat teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
• Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi ekonomi
o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o organisasi kekuatan (politik)
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
• Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
• Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

• Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
• Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
• Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Hubungan antara unsur-unsur kebudayaan
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik).
ANTROPOLOGI FISIK
Antropologi Fisik bermula di tahun 1859, tahun dimana Charles Darwin mempublikasikan Origin of Species, dan sepakat dengan masalah evolusi makhluk hidup. Dimensi-dimensi yang penting atau fase-fase cabang antropolgi mencakup ilmu umum pengukuran badan, ilmu genetik populasi, biologi makhluk hidup, paleontologi, paleopathologi, primatologi dan rancang bangun manusia.
Banyak teknik – teknik pengukuran badan yang telah dikembangkan oleh para ahli antropologi fisik yang digunakan oleh para ahli psikologi olahraga. Salah satu yang digunakan adalah pengukuran badan para atlit dan usaha untuk mencocokkan tipe badan dengan keahlian olahraga tertentu.
ARKEOLOGI
Arkeologi secara histories merupakan subdisiplin tertua dari empat subdisiplin antropologi. Arkeologi adalah studi yang mempelajari tentang masa lalu. Akan tetapi, arkeologi telah dilakukan di dalam lingkaran akademik lainnya disamping antropologi (contohnya, arkeologi sejarah, arkeologi klasik) dan telah memiliki makna yang lebih spesifik bagi para ahli arkeologi yang mana terlatih dalam antropologi dan mempertimbangkan kerja mereka menjadi antropologi unik yang alami. Dalam hal ini, arkeologi menjadi “ antropologi bagi orang yang telah meninggal ”. Sehingga hal itu disebut “ para ahli arkeologi baru ”. menantang ilmu yang menjelaskan budaya-budaya prasejarah dengan spesifikasi ilmu yang memiliki level yang sama diperoleh oleh para ahli antropologi budaya yang mempelajari budaya-budaya computer.
Sementara beberapa tingkah laku individu, peristiwa-peristiwa spesifik, atau periode waktu tertentu bias didapat kembali oleh ahli arkeologi, perhatian yang lebih besar adalah rekonstruksi “proses budaya”. Belakangan ini yakni mekanik perubahan dalam sejarah makhluk hidup dan prasejarah, dan para ahli arkeologi memandang setiap peristiwa dalam waktu budaya sebagai suatu bagian dari proses tersebut. Sebagai seseorang yang lebih baik memahami mekanik-mekanik proses tersebut, dia mampu lebih baik mengintepretasi data secara efektif dari masa lalu, memahami masa sekarang, dan memprediksi masa akan datang.
Aspek-aspek penting atau spesifikasi dalam arkeologi meliputi analisis lithik (lithik mengacu pada batu, sebagai contoh alat yang terbuat dari batu), paleo-osieologi, paleobotani, paleozoologi, palinologi, dan analisis keramik antar banyak area khusus yang memiliki kontribusi penting untuk membuat studi menyelueuh tentang masa lalu.
ILMU LINGUISTIK
Ilmu linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa, dan seperti arkeologi, ilmu linguistik lebih luas dibandingkan peranan spesifik dalam antropologi umum. Dalam beberapa variasi atau jenis ilmu linguistik, yang paling umum adalah deskriptif perbandingan sejarah, dan ilmu cinolingustik. Para ahli bahasa antropologi bias melakukan beberapa atau semua hal tersebut dalam satu konteks atau lainnya.
Ilmu linguistik deskriptif adalah ilmu yang menguraikan bahasa, terkadang hal tersebut tidak memiliki sistem penulisan formal. Proses deskriptif mulai dengan mengisolasi bahasa serta mengumpulkan sebuah kumpulan (suatu kumpulan data yang terekam dalam bahasa asli yang di pelajari).
Ilmu etnolinguistik adalah ilmu tentang hubungan timbale balik antara bahasa dan budayanya serta lingkungan pergaulan sosial. Beberapa ilmu antropologi budaya dengan pelatihan umum dalam ilmu linguistik terpesona dengan kealamian bahasa olahraga dan hubungannya kepada aspek tingkah laku olahraga lainnya. Secara umum, analisis bahasa bias sangat berguna terhadap pembelajaran olahraga.
B. Defenisi olahraga
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dilembagakan. Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan mental dan spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan atas pilihan sendiri yang bermaksud menguatkan diri baik phisik maupun psychis tanpa mengharapkan suatu hasil materiil tetapi mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru) ialah membentuk manusia Indonesia Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang memiliki kemampuan mental dan ketrampilan kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap manusia. Lebih tegas dikatakan bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan dan untuk melakukan cita-cita hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan fisik dan mental

a) Hakikat Olahraga
Olahraga ada beberapa konsep yang perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini bersifat abstrak yaitu ‘mental image’. Walau kita tahu bahwa konsep ini abstrak, tetapi didalam konsep ini ada makna tertentu, walau perbedaan makna pada setiap individu berbeda-beda tentang ini. Konsep dasar tentang keolahragaan beragam, seperti bermain (play), Pendidikan jasmani (Physical education), olahraga (Sport), rekreasi (recreation), tari (dance). Bermain (play) adalah fitrah manusia yang hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau peniruan peran. Dengan kata lain, aktivitas bermain dalam nuansa riang dan gembira. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat belum tercemar. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan yang belum tercemar.
Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal).
Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan klasik tentang kesatuan erat antara “body and mind”, Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Konsep pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via aktifitas jasmani, permainan dan olahraga. Proses sosialisasi berarti pengalihan nilai-nilai budaya, perantaraan belajar merupakan pengalaman gerak yang bermakna dan memberi jaminan bagi partisipasi dan perkembangan seluruh aspek kepribadian peserta didik. Perubahan terjadi karena keterlibatan peserta didik sebagai aktor atau pelaku melalui pengalaman dan penghayatan secara langsung dalam pengalaman gerak sementara guru sebagai pendidik berperan sebagai “pengarah” agar kegiatan yang lebih bersifat pendeawsaan itu tidak meleset dari pencapaian tujuan.

D. Perspektif Antropologi Olahraga
Dalam memahami arti antropologi olahraga, pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari ORKES (Olahraga Kesehatan). Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Dalam antropologi olahraga intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan antropologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Antroplogi olahraga , pendidikan jasmani dan olahraga melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan sosiologi dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan berinteraksi dengan kelompok yang lain, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. berinteraksi dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.



A. Pembangunan olahraga bagian integral dari pembangunan bangsa.

Lagu Kebangsaan Republik Indonesia yang berjudul “Indonesia Raya”, yang dikarang oleh WR. Supratman, syairnya antara lain berbunyi: “Bangunlah jiwanya bangunlah badannya”. Sepenggal syair ini menunjukkan bahwa dalam membangun bangsa, termasuk membangun Sumber Daya Insani (SDI) menekankan pada pembangunan jiwa dan raga atau jasmani dan rohani. Kondisi jasmani dan rohani yang kuat akan memberikan landasan yang kuat pula terhadap pengembangan Sumber Daya Insani. Bangsa yang kuat dan besar terutama ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Insaninya. Masalah yang dihadapi dunia olahraga Indonesia, yaitu:
1. Belum optimalnya kemauan politik (political will) pemerintah dalam menangani olahraga. Hal ini ditandai antara lain: lembaga yang menangani olahraga belum secara herarkhis-vertikal terpadu; kegiatan olahraga dikenai pajak; dana terbatas; dan lain-lain.
2. Sistem pembinaan belum terarah. Kurangnya keterpaduan dan kesinambungan penyusunan pembinaan pendidikan jasmani dan olahraga serta pelaksanaan operasionalnya mengenai kegiatan pemassalan, pembibitan, dan peningkatan prestasi sebagai suatu sistem yang saling kait-mengkait. Sebagai indikatornya antara lain: belum memiliki sistem rekruitmen calon atlet; pemilihan olahraga prioritas belum tepat; dan lain-lain.
3. Lemahnya kualitas Sumber Daya Insani olahraga. Rendahnya kualitas pelatih dan kurang optimalnya peran guru pendidikan jasmani di luar sekolah merupakan sebagian indikator yang menunjukkan rendahnya kualitas.
4. Belum optimalnya peran Lembaga Pendidikan Tinggi Olahraga (LPTO), seperti Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK); Fakultas/ Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK/JPOK), Program Studi-Program Studi yang menangani disiplin ilmu keolahragaan dalam Program Pascasarjana. Hal ini ditandai dengan masih rendahnya kualitas lulusan; banyak SDI yang tidak terlibat dalam kegiatan olahraga di luar kampus sesuai dengan potensinya, dan lain-lain.
5. Lemahnya peran Lembaga/Bidang Penelitian dan Pengem¬bangan Olahraga. Indikatornya adalah: perhatian terhadap lembaga tersebut rendah; data tentang keolahragaan (misalnya data: atlet, pelatih, kelembagaan) belum lengkap; dan lain-lain.
6. Terbatasnya sarana dan prasarana. Tidak seimbangnya antara pengguna dan fasilitas yang tersedia, bahkan fasilitas olahraga yang telah ada beralih fungsi, dan lain-lain.
7. Sulitnya pemanfaatan fasilitas olahraga. Karena terbatasnya fasilitas, maka berdampak pada sulitnya memanfaatkan fasilitas tersebut. Bahkan untuk kebutuhan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah pun masih jauh dari memadai. Untuk fasilitas tertentu, Pengguna harus mambayar.
8. Masih kaburnya pemahaman dan penerapan pendidikan jasmani dan olahraga. Terutama di sekolah, masih banyak dijumpai pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani yang berorientasi pada peningkatan prestasi olahraga. Padahal seharusnya pendidikan jasmani tersebut diarahkan pencapaian tujuan pendidikan. Pencapaian prestasi di sekolah dapat dilakukan pada kegiatan ekstrakurikuler.

1) Kendala Dan Potensi
Sebagai bangsa yang tergolong dalam kelompok negara berkembang bahwa pertumbuhan olahraganya belum menggem¬bi¬rakan, karena penduduknya masih diliputi suasana meningkatkan pertumbuhan taraf hidup yang lebih baik. Sebagai akibatnya olah¬raga belum mendapat prioritas utama.
Tempat-tempat berolahraga di lingkungan lembaga pendi¬dikan, lingkungan pemukiman, dan lingkungan industri di kota-kota besar makin terbatas, bahkan banyak lapangan olahraga yang sudah ada berubah atau beralih fungsi, sehingga tidak dapat lagi digunakan untuk berolahraga. Demikian pula kurangnya tenaga keolahragaan profesional yang mengabdikan diri sepenuhnya pada perkembangan olahraga, seperti pembina, penggerak, dan pelatih, merupakan kendala pula dalam pembangunan olahraga.
Di samping kendala yang dihadapi, kita juga memiliki peluang untuk menggalang potensi yang ada. Gerakan memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat telah memperlihatkan perkembangan yang menggembi¬rakan, terutama sejak dicanangkannya gerakan tersebut.Kondisi ini memiliki potensi yang baik sebagai dasar dalam pembangunan olah¬raga. Dari segi jumlah penduduk yang cukup besar, pada dasarnya merupakan sumber untuk memperoleh bibit-bibit olahragawan yang berpotensi dalam berbagai cabang olahraga. Tentunya dalam pemanfaatan Sumber Daya Insani ini harus disesuaikan dengan karakteristik postur tubuh orang Indonesia. Cabang-cabang olahraga yang tidak atau kurang memerlukan postur tubuh yang tinggi, memiliki potensi untuk dibina dan dikembangkan, seperti bulutangkis, tinju, tenis meja, panahan, loncat indah, senam dan lain-lain. Tampaknya kita akan kesulitan untuk meraih prestasi tingkat internasional, misalnya dalam cabang bola basket, bola voli, lari 100 meter, dan lain-lain, karena kita kurang atau belum memiliki postur tubuh yang menguntungkan, walaupun unsur postur tubuh tidak selamanya menjadi jaminan dalam mencapai prestasi. Dari segi geografis maupun tersedianya sarana alami yang berupa wilayah darat, perairan, dan udara Indonesia memungkin¬kan untuk pengembangan berbagai cabang olahraga. Dari segi banyaknya olahraga tradisional di masyarakat merupa¬kan kekayaan budaya bangsa yang dapat dikembangkan, seperti olahraga beladiri, sepak takraw, olahraga air dan lain-lain.
2) Hakikat Berolahraga
A.Berolahraga Merupakan Bagian dan Kebutuhan Hidup
Salah satu karakteristik makhluk hidup di dunia ini, termasuk manusia adalah melakukan gerakan. Antara manusia dan aktivitas fisik merupakan dua hal yang sulit atau tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dilihat bahwa sejak manusia pada jaman primitif hingga jaman moderen, aktivitas fisik atau gerak selalu melekat dalam kehidupan sehari-harinya. Berarti aktivitas fisik selalu dibutuhkan manusia.
B. Olahraga tak Tergantikan Aktivitas Lain
Kemajuan ilmu dan teknologi telah memberikan berbagai perubahan perilaku dan pola hidup. Salah satu contoh praktis, adanya kemajuan dalam dunia transportasi; semula orang naik angkutan kereta kuda meningkat ke mobil, dari pesawat terbang meningkat ke pesawat jet yang mampu menjelajahi ruang angkasa. Secara umum hasil kemajuan ilmu dan teknologi telah banyak membuat hidup manusia lebih mudah dan ringan. Demikian juga dalam aktivitas kehidupan sehari hari sering dijumpai kebanyakan orang yang melakukan aktivitasnya serba mudah dan ringan, misalnya ke supermarket memilih naik mobil daripada berjalan kaki atau naik sepeda.
C.Berolahraga Mendorong Pola Hidup Aktif
Suatu aktivitas atau pekerjaan rutin yang kurang mendapat¬kan gerak, bila tidak diimbangi dengan aktivitas yang dapat meng¬gerakkan otot-otot atau organ-organ tubuh, biasanya akan mudah terkena gangguan kesehatan. Dalam kenyataannya pola hidup sedentari (pola hidup tanpa aktivitas fisik) telah membawa kemunduran tingkat kesehatan dan kesegaran jasmani. Kondisi seperti ini memiliki faktor resiko yang lebih besar terhadap penyakit tertentu. Dampak pola hidup sedentari yang menjadi masalah kese¬hatan adalah resiko penyakit jantung yang merupakan salah satu penyebab kematian di Amerika dewasa ini, bahkan lebih dari separoh disebabkan karena penyakit-penyakit kardiovaskuler, seperti serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan sejenisnya (Fox, Kirby, dan Fox, 1987: 5). Selanjutnya mereka juga mengatakan bahwa masalah kesehatan umum lainnya sebagai akibat kurang gerak adalah kegemukan (obesity). Ternyata timbulnya penyakit kardiovaskuler secara statistik ada kaitannya dengan faktor kegemukan. Oleh karena itu salah satu upaya dalam mengatasi masalah kesehatan tersebut adalah dengan berlatih olahraga secara teratur, karena dengan latihan olahraga yang teratur dapat mengurangi problem-problem kegemukan dan meningkatkan kemampuan jantung yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesegaran jasmaninya.Manusia makin menyadari bahwa olahraga tak dapat dipisah¬kan dari kehidupan manusia. Apalagi dengan majunya ilmu dan teknologi, olahraga makin dibutuhkan manusia untuk memelihara keseimbangan hidup.

1. Pemassalan Olahraga
Pemassalan adalah mempolakan keterampilan dan kesegaran jasmani secara multilateral dan landasan spesialisasi. Pemassalan olahraga bertujuan untuk mendorong dan menggerakkan masyarakat agar lebih memahami dan menghayati langsung hakikat dan manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup, khususnya jenis olahraga yang bersifat mudah, murah, menarik, bermanfaat dan massal. Kaitannya dengan olahraga prestasi; tujuan pemassalan adalah melibatkan atlet sebanyak-banyaknya sebagai bagian dari upaya peningkatan prestasi olahraga.
Pemassalan olahraga merupakan dasar dari teori piramida dan sekaligus merupakan landasan dalam proses pembibitan dan pemanduan bakat atlet. Pemassalan olahraga berfungsi untuk menumbuhkan kesehatan dan kesegaran jasmani manusia Indonesia dalam rangka membangun manusia yang berkualitas dengan menjadikan olahraga sebagai bagian dari pola hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam pembangunan olahraga perlu selalu meningkatkan dan memperluas pemassalan di kalangan bangsa Indonesia dalam upaya membangun kesehatan dan kesegaran jasmani, mental dan rokhani masyarakat serta membentuk watak dan kepribadian, displin dan sportivitas yang tinggi, yang merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia. Pemassalan dapat pula berfungsi sebagai wahana dalam penelusuran bibit-bibit untuk membentuk atlet berprestasi. Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyara¬kat merupakan bentuk upaya dalam melakukan pemassalan olahraga. Dalam olahraga prestasi, pemassalan seharusnya dimulai pada usia dini. Bila dikaitkan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, pemassalan sangat baik jika dimulai sejak masa kanak-kanak, terutama pada akhir masa kanak-kanak (6-12 tahun). Pada masa ini merupakan tahap perkembangan keterampilan gerak dasar.

2. Pembibitan Atlet
Pembibitan atlet adalah upaya mencari dan menemukan indi¬vidu-individu yang memiliki potensi untuk mencapai prestasi olah¬raga di kemudian hari, sebagai langkah atau tahap lanjutan dari pemassalan olahraga.
Pembibitan yang dimaksud adalah menyemaikan bibit, bukan mencari bibit. Ibaratnya seorang petani yang akan menanam padi, ia tidak membawa cangkul mencari bibit ke hutan, tetapi melaku¬kan penyemaian bibit atau membuat bibit dengan cara tertentu, misalnya dengan memetak sebidang tanah sebagai tempat pem¬buatan bibit yang akan ditanam.
Pembibian dapat dilakukan dengan melaksanakan identifikasi bakat (Talent Identification), kemudian dilanjutkan dengan tahap pengembangan bakat (Talent Development). Dengan cara demi¬kian, maka proses pembibitan diharapkan akan lebih baik.
Ditinjau dari sudut pertumbuhan dan perkembangan gerak anak, merupakan kelanjutan dari akhir masa kanak-kanak, yaitu masa adolesensi.
Pelaksanaan pembibitan atlet ini menjadi tanggung jawab pengelola olahraga pada tingkat eksekutif-taktik dan sekaligus bertanggung jawab pada pembinaan di tingkat di bawahnya, yaitu pada tahap pemassalan olahraga. Di sini disusun program yang mampu memunculkan bibit-bibit, baik di tingkat kotamadya/kabupaten maupun di tingkat propinsi. Adanya kejuaraan-kejuaraan yang teratur merupakan salah satu cara untuk merangsang dan memacu munculnya atlet-atlet agar berlatih lebih giat dalam upaya meningkatkan prestasinya.

3. Peningkatan Prestasi
Prestasi olahraga merupakan puncak penampilan atlet yang dicapai dalam suatu pertandingan atau perlombaan, setelah melalui berbagai macam latihan maupun uji coba.
Pertandingan/per¬lom¬baan tersebut dilakukan secara periodik dan dalam waktu tertentu.
Pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya merupakan pun¬cak dari segala proses pembinaan, baik melalui pemassalan mau¬pun pembibitan.Dari hasil proses pembibitan akan dipilih atlet yang makin menampakkan prestasi olahraga yang dibina. Di sini peran penge¬lola olahraga tingkat politik-strategik bertanggung jawab membina atlet-etlet ini yang memiliki kualitas prestasi tingkat nasional.Para pengelola olahraga tingkat politik-strategik pada dasar¬nya bertanggung jawab terhadap sistem pembangunan olahraga secara keseluruhan.Oleh karena itu, pengorganisasian program pembinaan jangka panjang dapat dikemukakan bahwa (1) masa kanak-kanak berisi program latihan pemula (junior awal) yang merupakan usia mulai berolahraga dalam tahap pemassalan; (2) masa adolesensi berisi program latihan junior lanjut yang merupakan usia spesialisasi dalam tahap pembibitan; dan (3) masa pasca adolesensi berisi program latihan senior yang merupakan usia pencapaian prestasi puncak dalam tahap pembinaan prestasi.
b. Olahraga Non Kompetitif
Pembangunan olahraga termasuk suatu usaha untuk membentuk manusia dalam totalitasnya, baik jasmaniah maupun rokhaniah, sehingga melalui olahraga dapat memberikan sumbangan dharma baktinya bagi pembangunan bangsa.
Suatu negara yang ingin membangun bangsa yang sehat, kuat dan segar, maka perlu menyusun dan melaksanakan suatu sistem pembangunan olahraga secara menyeluruh yang melibatkan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan bangsa tidak akan lengkap atau sempurna tanpa pembangunan olahraga, karena aktivitas gerak manusia merupakan modal dasar aktivitas manusia dalam pembangunan.
Oleh karena pembangunan bangsa dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka pembangunan olahraga dilaksanakan untuk mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara pertumbuhan fisik-biologis dan pertumbuhan mental spiritual, antara kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah.
Adapun pembangunan olahraga yang bersifat non kompetitif dapat diarahkan dalam rangka upaya-upaya sebagai berikut:

1. Pendidikan Bangsa
Olahraga dapat mengembangkan dan membangun kepribadian, watak, budi pekerti luhur dan moral tinggi serta inisatif. Karena penyelenggaraan pembinaan olahraga bagi individu dan masyarakat ini, mengandung pendidikan yang positif.


2. Persatuan dan Kesatuan Nasional.
Olahraga dapat menghilangkan rasa kedaerahan dan kesukuan serta mempertebal rasa persatuan dan kesatuan Nasional. Hal ini dapat terlihat pada pertandingan-pertandingan atau kejuaraan-kejuaraan olahraga seperti, Pekan Olahraga Nasional (PON), pertandingan-pertandingan antar negara, dan lain-lain.

3. Pertahanan dan Ketahanan Nasional.
Dengan pembinaan olahraga bagi individu dan masyarakat, khususnya bagi generasi muda, antara lain meliputi pengarahan, bimbingan dan pengawasan intensif serta mengikutsertakan manusia secara aktif dalam penyelenggaraan, akan merupakan proses pendewasaan dan pengembangan kepemimpinan. Manusia yang berkepribadian tangguh, sehat jasmani dan rokhani merupakan modal penting bagi pertahanan dan ketahanan Nasional.

4. Rekreasi.
Dalam kehidupan moderen dengan kemajuan ilmu dan teknologi mutakhir, gerak manusia berkurang, maka untuk memelihara keseimbangan hidup manusia, kegiatan olahraga yang bersifat rekreatif sangat dibutuhkan.

G. Memberdayakan Potensi Bangsa Dalam Upaya Pembangunan Olahraga
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom dinyatakan bahwa kewenangan pemerintah pusat dalam bidang olahraga adalah sebagai berikut:

1) Pemberian dukungan untuk pembangunan sarana dan prasarana olahraga;
2) Penetapan pedoman pemberdayaan masyarakat olahraga; dan
3) Penetapan kebijakan dalam penentuan kegiatan-kegiatan olahraga nasional/internasional.
Untuk itu, berdasarkan wilayah atau daerah, selebihnya menjadi kewenangan daerah (terutama kota/kabupaten). Implikasinya adalah pemerintah daerah (propinsi/kota/kabupaten) memiliki keleluasaan dalam menentukan kebijakan dalam pembangunan olahraga di wilayah/daerahnya sesuai dengan kewenangannya, tanpa mengabaikan kebijakan pembangunan olahraga secara nasional.
Agar dalam merumuskan kebijakan pembangunan olahraga dapat dilakukan dengan baik, maka perlu memperhatikan kondisi dan potensi daerah yang ada. Khususnya dalam pembinaan olahraga prestasi harus dilakukan kajian dengan cermat.
Setelah kebijakan pembangunan olahraga dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah menggali dan menggalang potensi di daerah/masyarakat agar pembinaan olahraga tersebut secara operasional dapat dilakukan dengan baik.
Pembangunan olahraga bukan hanya tanggung jawab insan-insan olahraga, tetapi juga merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Pembangunan olahraga bukan hanya tanggung jawab pelatih dan atlet, melainkan tanggung jawab bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan kaitannya dengan pembangunan olahraga di Indonesia, yaitu (1) olahraga dijadikan gerakan nasional (national movement); (2) perlunya undang-undang keolahragaan; dan (3) perlunya sistem perencanaan program yang berkesinambungan dan terpadu.

b) Hakikat Moral
Istilah moral dikaitkan dengan motif, maksud dan tujuan berbuat. Moral berkaitan dengan niat. Sedangkan etika adalah studi tentang moral. Sedangkan menurut Freeman etika terkait dengan moral dan tingkah laku. Lebih lanjut Scott Kretchmar menyatakan bahwa etika juga mengenai tentang rasa belas kasih dan simpati-tentang memastikan kehidupan yang baik berbagi dengan lainnya. Suseno mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolokukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.
Selanjutnya dikatakan bahwa ada norma-norma khusus yang hanya berlaku dalam bidang atau situasi khusus. Seperti bola tidak boleh disentuh oleh pemain sepakbola, bila permainan berhenti maka aturan itu sudah tidak berlaku. Norma diatas merupakan norma khusus, sedangkan norma umum ada tiga macam seperti : norma-norma sopan santun, norma-norma hukum dan norma-norma moral. Norma sopan santun menyangkut sikap lahiriah manusia.

Norma hukum adalah norma yang dituntut dengan tegas oleh masyarakat karena perlu demi keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma hukum adalah norma yang tidak dibiarkan dilanggar, orang yang melanggar hukum, pasti akan dikenai hukuman sebagai sangsi. Tetapi norma hukum tidak sama dengan norma moral. Bisa terjadi bahwa demi tuntutan suara hati, demi kesadaran moral, orang harus melanggar hukum. Kalaupun dihukum, hal itu tidak berarti bahwa orang itu buruk. Hukum tidak dipakai untuk mengukur baik-buruknya seseorang sebagai manusia, melainkan untuk menjamin tertib umum.

Norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang, maka dengan norma-norma moral kita betul-betul dinilai. Itulah sebab penilaian moral selalu berbobot. Perkembangan moral adalah proses, dan melalui proses itu seseorang mengadopsi nilai-nilai dan perilaku yang diterima oleh masyarakat (Bandura, 1977). Pada dasarnya seseorang yang konsisten menginternalisasi norma dipandang sebagai seseorang yang bermoral. Para ahli menerapkan apa yang disebut pendekatan “kantong kebajikan” (Kohlberg, 1981), teori ini percaya bahwa seseorang mencontoh perilaku orang lain sebagai model atau tauladan yang ia nilai memiliki sifat-sifat tertentu atau yang menunjukkan perilaku berlandasan nilai yang diharapkan.
Untuk memahami moral Kohlberg (1981) dan Rest (1986) menyatakan bahwa pemahaman moral berpengaruh langsung terhadap motivasi dan perilaku namun memiliki hubungan yang tak begitu kuat. Hubungan erat pada empati, emosi, rasa bersalah, latar belakang sosial, pengalaman. Suseno melihat terdapat tiga prinsip dasar dalam moral, yaitu prinsip sikap baik, prinsip keadilan dan prinsip hormat terhadap diri sendiri.Prinsip sikap baik dimana prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain, dimana sikap yang dituntut dari kita adalah jangan merugikan siapa saja. Prinsip bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat mungkin mencegah akibat buruk dari tindakan. Prinsip keadilan dimana keadilan tidak sama dengan sikap baik, demi menyelamatan gol dari serangan lawan, pemain belakang menahan dengan tangan, hal itu tetap tidak boleh dengan alasan apapun, berbuat baik dengan melanggar hak pihak lain tidak dibenarkan. Prinsip hormat terhadap diri sendiri mengatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk berakal budi.
c) Bagaimana kita mengajarkan etika dan nilai moral
Dalam mengajarkan etika dan nilai moral sebaiknya lebih bersifat contoh, pepatah mengatakan bahwa tindakan lebih baik baik dari kata-kata. Lutan mengatakan Nilai Moral itu beraneka macam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperasi,tugas dll. Lebih lanjut dikatakan ada 4 nilai moral yang menjadi inti dan bersifat universal yaitu :
1) Keadilan.
2) Kejujuran.
3) Tanggung Jawab.
4) Kedamaian

Antropologi Budaya

Antropologi budaya adalah pembelajaran tentang sosial manusia dan perilaku budaya. Ketika disiplin ilmu tersebut secara tradisional fokus pada skala kecil atau masyarakat primitif, disiplin ilmu tersebut juga membicarakan lebih kepada kelompok sosial yang kompleks, dari suku hingga yang berkenaan dengan kota.
Antropologi Budaya berbeda dari sosiologi dan ilmu sosial lainnya dalam beberapa cara yang penting. Antropologi cenderung focus pada budaya dibandingkan pada masyarakat sebagai unit dasar pembelajarannya. Antropologi budaya juga cenderung focus secara inisial pada elemen eksotik atau unik dalam tangga nada penuh tingkah laku manusia. Hal tersebut dipercaya bahwa kekuatan atau tidak biasa banyak memberitahukan kita bahwa spesies mulia homo sapiens “normative” atau yang biasa akhirnya antropologi budaya berbeda dalam pengertian bahwa hal tersebut memiliki sebuah sejarah yang unik dan dipraktekkan dalam lingkup kerja teoritas yang umum yang dirancang oleh semua subdisiplin ilmu.
Antropologi budaya adalah cabang sebuah ideologi yang disebut “relutivisme budaya”, sebuah doktrin yang mengatakan bahwa suatu system budaya atau beberapa aspek system tersebut hanya dapat dievaluasi pada istilah sendiri.
Antropologi budaya juga mengacu pada ethnographi dan ethnologi. Ethnographi adalah deskripsi budaya tertentu, sementara ethnologi adalah perbandingan tingkah - laku pertukaran garis budaya.
OLAH RAGA DAN PERMAINAN DALAM SEJARAH ANTROPOLOGI
Olah raga di definisikan sebagai sebuah aktivitas permainan yang memiliki peraturan, sebuah unsur kompetitif, dan membutuhkan beberapa bentuk penggunaan fisik, yabg secar umum meliputi dalam kategori “permainan” yang lebih luas dalam.
Sejarah antropologi selam awal tahun ilmu disiplin tresebut, pertengahan hingga tahun 1800an, para evolusionis mendominasi literatur anthropology budaya. Dibatasi oleh keterikatan mereka pada data lapangan yang bekas dan sebuah kesetiaan terhadap model budaya evolusionewr yang dipandang industrialisasi barat pada umumnya sebagai puncak kulminasi kepadatan penduduk, orang tua (ayah ) klasik yang pada umumnya asyik dengan isu-isu seperti asal agama, mekanisasi evolusi budaya, dan difusi ide budaya antar benua. Bebereapa sarjana abad Sembilan belas ini, bagaimanapun,menemukan waktu untuk melakukan fungsi permainan dalam masyarakat.
Sir Edward Burnett Tylor,biasa disebut sebagai bapak antropologi, adalah salah satu ilmuwan sosial yang memperkernalkan kepentingan permainan sebagai subjek investigasi ilmiah. Dalam hal khusus , Tylor meyakini bahwa aktivitas –aktivitas seperti peristiwa olah raga mungkin menyediakan para ahli antropologi dengan tanda-tanda penting tentang kealamian kontrak budaya.dengan kata lain,permainan tertentu dapat digunakan sebagai bukti difusi dan kontak antara pusat budaya dalam bagian duunia yang berbeda.
Stewart Culin membagi lima kategori permainan antara lain : (1) seni memanah (2) menmbak pada target yang bergerak (3) lemoar lembing di atas tanah atau es (4) bola dan (5) adu kecepatan. Semau hal tersebut didefenisikan sebagai “olahraga” .
Von Karl Weule mendekatkan subjek dari perspektif sekolah budaya sejarah, menyepakati bahwa focus utama sebuah etnhologi olaharaga sebaiknya bias berlipat ganda : (1) untuk melacak budaya, khususnya aspek olahraga, kembali pada permulaannya dan (2) menempatkan olahraga sebagai suatu item budaya ke dalam perspektif teoritis yang lebih sesuai.
Weule menantang bahwa ada perbedaan-perbedaan fundamental antara olahraga kaum primitif dan manusia modern. Dalam hal kasus yang terdahulu, aktivitas-aktivitas olahrag langsung berhubungan pada usaha manusia menghadapi denagn masalah-masalah adaptasi, kelangsungan hidup, dan pertahanan. Di sisi lain, manusia modern menggunakan olahrag untuk menyempurnakan tubuh mereka, untuk berkompetesi, dan sederhananya untuk kesenangan, dan tidak sebagai praktek atau ritual yang di orientasikan dalam aktivitas-aktivitas olahraganya.
Selama periode antara 1930 dan 1960, lieratur ilmu sosial adakalanya di hormati oleh kontribusi-kontribusi dari para ahli non antropologi yang ditujukan pada isu-isu menarik yang bnerhubungan dengan olahrag kepada para ahli antropologi.
ANTROPLOGI DAN SEBUAH KETERTARIKAN BARU DALAM OLAHRAGA DAN PERMAINAN/GAME
Dalam “games in cultur”, Robert, Arth, and Bush (1959:597) mendefinisikan permainan sebagai sebuah aktivitas rekreasi yang din cirikan denagn (1) permainan yang terorganisir, (2) kompetisi (3) dua bidang atau lebih (4) criteria untuk menentukan pemenang dan (5) sepoakat terhadap peraturan. Kemudian, permaina di klasifikasikan sebagai (1) keterampilan fisik (2) strategi (3) kesempatan.
Selama pertengahan 1960an, ada kecendrungan lebih besar bagi para pekerja bidang ethnografi untuk menggambarkan aktivitas-aktivitas olahraga dari permainan antar masyarakat yang mereka pelajari dan mencakup beberapa material ini dalam monograf mereka. Selain itu, pertemuan para ahli antropologi professional, baik regional maupun nasional, sekali-kali sesi-sesi di taati untuk membaca makalah pada topic-topik olahraga dan yang berhubungan dengan olahraga.
Pada tahun 1973 tinjauan ulang tiga buku Sosiologi tentang olahraga, seorang ahli antropolog Joyeei Reigelhaupt (1973:378) mencata bahwa para anggota seprofesinya mentaati sedikit perhatian terhadap olahraga dan permainan selama sebelum dua puluh lima tahun. Akan tetapi, dia berpendapat bahwa waktu telah tiba untuk perkembangan sebuah antropologi olahraga dan bahwa makalah Geertz (1972) tentang sabun ayam orang Bali bias menjadi “sebush awal yang logis” (Reigelhaupt, 1973:380).
Pada tahun ini, jumlah para ahli antropologi yang sepakat dengan olahraga dalam penelitian dan tulisan mereka telah meningkat secara drastis, sebuah realita yang disaksikan dlam makalah, artikel dan monograf (sebagai contoh Blanchard, 1981:Azoy, 1982). Tidak lama kemudian olahraga yang sederhananya sebuah topic percakapan kosong dan aktivitas hiburan antar ahli antropologi, hal tersebut menjadi legitimasi subjek pembelajaran serius.
SSARAN-SASARAN ANTROPOLOGI OLAHRAGA
Antropologi olahraga dapat dilihat dalam beberapa sasaran sebagai berikut :
1. Definisi dan penggambaran olah raga dan perilaku kesenangan dari sebuh perspektif pertukaran budaya.
2. Ilmu yang mempelajari tentang olah raga dalam masyarakat primitive, suku, non masyarakat barat, dunia ketiga, dan masyarakat-masyarakat yang tidak berkembang, sama halnya dalam sebuah masyarakat barat kontemporer dalam sejarah.
3. Menganalisis olah raga sebagai sebuah factor dalam akulturasi, enkulturasi, sebuah pertahanan budaya dan adaptasi, untuk berubah.
4. Memandang olah raga sebagai sebuah perspektif pada fase perilaku budaya lainnya.
5. Analisis prilaku olahraga dalam manusi zaman pra sejarah.
6. Analisis bahasa olah raga
7. Perlakuan peranan dan olah raga dalam sebuah lingkungan edukasi multicultural.
8. Perkembangan dan administrasi olah raga/ program rekreasi bagi populasi –populasi khusus
9. Aplikasi metode-metode antropologi dalam solusi masalah praktis dalam bidang olahraga, seperti pendidikan jasmani, rekreasi, dan program-program intramural.
10. Aplikasi metode-metode antropologi dalam perkembangan dan administrasi program dalam pendidikan jasmani, rekreasi, dan intramural.
11. Perkembangan konstruksi aktivitas-aktivitas menyenangkan yang berguna bagi model olah raga.
12. Kreasi sikap kondusif pada pemahaman silang/pertukaran budaya

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah penulis uaraikan maka dapat ditarik satu kesimpulah bahwa Salah satu masalah penting dalam antropologi olahraga adalah bersosial dan berinteraksi, pendidikan jasmani dan olahraga sebagai salah satu sarana pendidikan masyarakat / Olahragawan /manusia/ individu untuk memberikan suatu pemikiran tentang bagaimana cara hidup dengan layak dan sehat jasmani dan rohani dalam dalam kehidupan bermasyarakat. Mengajarkan Sosiologi sebaiknya lebih bersifat berinteraksi dengan lingkungan.Tindakan lebih baik dari kata-kata. Nilai Sosial itu beraneka ragam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperatif dan mudah berinteraksi dengan masyarakat.
Dalam memahami arti pendidikan jasmani dan, kita harus juga mempertimbangkan Perspektif antropologi Olahraga, Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Sejak manusia lahir di dunia, ia telah berjuang untuk mempertahankan kehidupan yang wajar, untuk dapat hidup dengan tenaga dan pikirannya. Untuk itu manusia memperkembangkan kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan tenaganya cukup terlatih, menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya. Disamping itu menjadi kebutuhan hidup tiap manusia dan menjadi sifat manusia untuk mencoba kekuatan dan ketangkasannya dengan manusia-manusia lain.
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan

B. Saran
Berbicara tentang antropologi kaitanya dengan olahraga , maka ada bebarapa saran yang dapat di garis bawahi oleh penulis dalam makalah ini adalah:
1. Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat mengharap atas segala saran – saran dan kritikan bagi para pembaca yang kami hormati guna untuk membangun pada masa yang akan datang untuk menjadi yang lebih baik dalam membenarkan alur-alur yang semestinya kurang memuaskan bagi tugas yang kami laksanakan.
2. Hubungannya dengan perkembangan antropologi olahraga diharapkan masyarakat atau anak didik (Atlet) dalam mengembangkan hubungan antara masyarakat olahraga dan masyarakat dilingkungan olahraga diharapkan dapat mengetahui arti penting berinteraksi antar masyarakat olahraga dan masyarakat lingkungan
3. Pendidikan Jasmani, olahraga dan sosiologi tidak bisa dipisahkan karena ketiganya saling mempengaruhi didalam meningkatkan dinamika sosial-budaya masyarakat.
4. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
5. Didalam memahami Pendidikan jasmani, olahraga dan sosiologi olahraga harus tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Agung Drs , Aspirasi , semester 1-2, penerbit dan percetakan Pustaka Manggala,2007.
BOUMAN, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian dan masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan Kanisius.
Cooper, K.H. (1994) : Antioxidant Revolution, Thomas Nelson Publishers, Nashville-Atlanta-London Vancouver.
COSER, L. (1964). The Function of Social Conflict. New York, The Free Press.
DURKHEIM, E. (1966). The Division of Labour (Translation). New York, The Free Press.
_____________ (1962). Socialism. London, Colliers Books
Giriwijoyo,Y.S.S. (1992) Ilmu Faal Olahraga, Buku perkuliahan Mahasiswa FPOK-IKIP Bandung.
Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan H.Muchtamadji M.Ali (1997) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, IKIP Bandung.
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2000) : Olahraga Kesehatan, Bahan perkuliahan Mahasiswa FPOK-UPI.
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2001) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga, kontribusinya terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik, Ma’had Al-Zaytun, Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat.
Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan Komariyah,L (2007): Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia, 2007.
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2008) : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah Dasar, Makalah disajikan pada Penataran Guru Pen-Jas, diselenggarakan oleh PERWOSI Jawa Barat, Maret 2008 di gedung Gymnasium Universitas Pendidikan Indonesia.
GOULDNER, Alvin W. (1973). The Coming Crisis of Western Sociology. London, Heineman
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom
H.Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (http://www.fatamorghana. wordpress.com, diakses 20 Maret 2008).
HINDESS, Barry (ed. 1977). Sociological theories of the Economy. London, the Mac Millan Press.
Ikhwanuddin Syarif (ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia baru, 70 tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. Jakarta: Grasindo, 2001.
KAZACIGIL, Ali (ed. 1994). Sociology: State of the Art I. International Social Sciences Journal, February 1994:139. Paris, Blackwell Publ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar